Minggu, 11 November 2012

KONSEP KEAKSARAAN FUNGSIONAL


A.    Konsep Keaksaraan Fungsional
1.      Pengertian Keaksaraan Fungsional
Keaksaraan fungsional terdiri dari dua unsur, yaitu keaksaraan dan fungsional. Keaksaraan secara sederhana diartikan sebagai kemampuan untuk membaca, menulis, dan menghitung. Menurut Napitupulu (1998:4) mengatakan keaksaraan didefinisikan secara luas sebagai pengetahuan dasar dan keterampilan yang diperlukan oleh semua. Lebih lanjut dikatakan bahwa keaksaraan merupakan keterampilan yang diperlukan pada dirinya dan salah satu fondasi bagi keterampilan-keterampilan hidup yang lain. Keaksaraan adalah kemampuan seseorang dalam membaca, menulis dan berhitung. Seseorang yang buta aksara adalah orang yang tidak dapat membaca, menulis dan berhitung dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang yang melek huruf adalah orang yang dapat membaca maupun menulis kalimat sederhana dan berhitung.
Istilah fungsional berkaitan erat dengan fungsi dan tujuan dilakukannya pembelajaran di dalam pendidikan keaksaraan, serta adanya jaminan bahwa hasil belajarnya benar-benar bermakna dan bermanfaat untuk meningkatkan mutu kehidupan. Fungsional di sini juga bermakna warga belajar dapat memanfaatkan hasil belajarnya untuk memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan keaksaraan yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari.

2.      Metode Pembelajaran Keaksaraan Fungsional
Banyak variasi metode yang dapat digunakan tutor dalam membelajarkan warga belajar. Ketepatan penggunaan beberapa metode dan teknik pembelajaran sangat bergantung pada kemampuan dasar yang sudah dimiliki warga belajar serta minat dan kebutuhan warga belajar. Oleh karena itu, keanekaragaman metode dapat digunakan sesuai dengan situasi, kondisi, minat dan kebutuhan warga belajar. Ada beberapa hal yang sangat penting untuk dipertimbangkan dalam memilih metode tertentu yaitu: (1) tujuan yang ingin dicapai, (2) karakteristik materi pembelajaran, (3) kemampuan pendidik, (4) waktu yang tersedia, dan (5) jumlah peserta (Perencanaan Pembelajaran Pendidikan Keaksaraan, 2006: 11-12).
Beberapa metodologi pembelajaran yang dapat digunakan oleh tutor dalam pendidikan keaksaraan fungsional antara lain adalah:
a)      Metode Pendekatan Pengalaman Berbahasa (PPB)
Metode PPB merupakan cara pembelajaran keaksaraan (baca-tulis) berdasarkan pengalaman. Warga belajar membaca dan menulis melalui proses membuat bahan belajar yang berasal dari ide atau kalimat yang diucapkan oleh warga belajar sendiri, bukan dari tutor.
b)      Metode Struktur Analisis Sintesis (SAS)
Metode SAS (Struktur Analisis Sintesis) adalah suatu cara atau teknik membelajarkan masyarakat buta aksara dengan membaca dan menulis yang menekankan pada struktur kalimat (SPO) terlebih dahulu dengan mengurai menjadi bagian-bagian kata, suku kata dan huruf serta merangkai kembali menjadi suku kata, kata, dan kalimat (Suka, 2006: 1).
c)      Metode Suku Kata
Metode suku-kata sangat efektif untuk membantu warga belajar yang buta huruf murni. Konsep utama dalam metode ini adalah mempelajari suku-kata, suku-kata tertentu yang sering dilafalkan dan memiliki makna yang jelas, dengan prinsip mengulangi, menghafal, dan melatih tentang semua huruf konsonan maupun vokal yang membentuk suku-kata tersebut (Puspawati, 2006: 1-2).
d)     Metode Abjad
Metode abjad merupakan metode pembelajaran yang menggunakan media “Poster Abjad” dan “Kamus Abjad”. Poster abjad digunakan sebagai media pembelajaran untuk membantu warga belajar mengerti bagaimana cara mengingat huruf, ejaan, dan kata-kata baru. Poster abjad juga bisa memudahkan warga bealajar untuk membuat kamus abjad. “Kamus Abjad” adalah media pembelajaran untuk membantu warga belajar dalam menyusun kata-kata yang dipelajari melalui poster abjad, metode PPB, SAS dan kegiatan.
e)      Metode Transliterasi
Metode transliterasi adalah mengalihkan tulisan (huruf dan angka) dari satu bentuk ke bentuk yang lain. Mengingat sebagian warga belajar (terutama di komunitas masyarakat muslim) sudah mengenal angka “Arab”, namun mereka masih buta aksara latin, maka dalam metode transliterasi ini adalah mengalihkan dari huruf dan angka Arab ke huruf dan angka latin. Metode ini cukup membantu warga belajar buta huruf latin, tetapi mereka sudah memiliki sedikit kemampuan membaca, menulis, dan berhitung denganmenggunakan huruf Arab. Konsep utama dalam metode transliterasi adalah menyamakan ucapan bunyi huruf atau aksara Arab dengan aksara latin. Dalam hal ini warga belajar mempelajari kata-kata yang bunyinya hamper sama dan menulisnya dengan huruf Arab.
f)       Metode Iqro’ dan Qiro’ati
Metode Iqro’ dan Qiro’ati pada awalnya merupakan metode belajar membaca Al-Qur’an. Metode ini diadopsi untuk pembelajaran keaksaraan fungsional karena dipandang sistematis dan efektif. Konsep utama metode Iqro’ dan Qiro’ati adalah belajar secara sistematis dimulai dari hal sederhana, meningkat setahap demi setahap dari huruf menjadi suku kata, dari suku kata menjadi kata, dan dari kata menjadi kalimat, sehingga terasa ringan bagi warga belajar.
g)      Metode Kata Kunci
Metode kata kunci adalah salah satu metode pembelajaran membaca dan menulis dengan menggunakan kata-kata kunci. dan tema-tema penggerak yang dikenal oleh warga belajar dan yang ditemui dalam kehidupan seharihari. Alasan penggunaan kata kunci dan tema penggerak adalah pentingnya menghubungkan kemampuan baca-tulis dengan kehidupan nyata sehari-hari warga belajar.
h)      Metode Pembelajaran Melalui Kegiatan Diskusi
Diskusi merupakan salah satu metode pembelajaran dalam kelompok belajar keaksaraan fungsional yang harus diterapkan dalam setiap kegiatan pembelajaran. Tujuan diskusi adalah untuk membuka pikiran warga belajar dalam menganalisis dan memanfaatkan pengetahuannya. Topik yang pertama kali didiskusikan pada kelompok belajar adalah menyangkut minat dan kebutuhan warga belajar, serta potensi dan hambatan yang mungkin ditemukan selama proses pembelajaran (Pedoman Tutor Pendidika Keaksaraan Fungsional dan Penyusunan Bahan Ajar Tematik, 2007: 37-38).
i)        Metode Pembelajaran Berhitung
Pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa warga belajar sudah memiliki kemampuan dalam menghitung nilai nominal uang, ternak, anggota keluarga dan lain-lain, tetapi mereka belum mampu menuliskan simbol untuk pejumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, dan perbandingan.
j)        Kegiatan Pembelajaran Keterampilan Fungsional
Kegiatan pembelajaran keterampilan fungsional diarahkan pada pemberian keterampilan yang bersifat ekonomi produktif dan keterampilan sosial. Keterampilan fungsional menjadi tekanan pada kegiatan pendidikan keaksaraan fungsional karena sebagian besar warga belajar sasaran program penuntasan buta aksara adalah masyarakat miskin, sehingga secara ekonomi perlu diberdayakan. Bentuk pembelajaran keterampilan fungsional harus disesuaikan dengan minat dan kebutuhan warga belajar, serta bersifat fungsional seperti menjahit dan membuat kue.
Sedangkan aspek keterampilan sosial antara lain adalah membangun jaringan kerja dengan dinas, instansi, lembaga, atau pihak-pihak lain dengan maksud untuk memfungsikan keaksaraannya, mendapatkan informasi, dan memanfaatkan peluang bagi upaya peningkatan kualitas ekonomi warga belajar (Pedoman Tutor Pendidikan Keaksaraan Fungsional dan Penyusunan Bahan Ajar Tematik 2007: 30).

Pada tulisan ini, yang kami maksud dengan fungsional yaitu berhubungan erat dengan kemampuan warga belajar yang akan menerapkan hasil dari proses belajar keaksaraan dalam kehidupan sehari-hari serta dapat meningkatkan kemampuan dalam memanfaatkan kecakapan melek aksara untuk membangun kepercayaan diri dan mengembangkan potensi dalam dirinya guna memenuhi taraf hidupnya sehingga tetap survive (bertahan) dalam lingkungan masyarakat yang ada. Misalnya, membaca bacaan (koran, buku, majalah) yang sangat berguna dalam aktivitas mereka sehari-hari yang hidup sebagai petani, pedagang, dan lain-lain.